Minggu, 13 Januari 2013

Askep CHF pada Anak

                                                              BAB I
                                                     PENDAHULUAN


 A. Latar Belakang Gagal jantung merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas. Akhir-akhir ini insiden gagal jantung mengalami peningkatan. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang mendahului dan menyertai gagal jantung. Kondisi tersebut dinamakan faktor resiko. Faktor resiko yang ada dapat dimodifikasi artinya dapat dikontrol dengan merubah gaya hidup atau kebiasaan pribadi dan faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi yang merupakan konsekuensi genetik yang tak dapat dikontrol, contohnya ras dan jenis kelamin. Gagal jantung terjadi saat jantung tidak dapat memompakan sejumlah darah yang cukup kedalam sirkulasi sistemik untuk memenuhi kebutuhan kerja jantung. Biasanya dibedakan antara gagal jantung kiri dengan gagal jantung kanan, gagal jantung umumnya disebabkan oleh kelainan jantung kongenital selama bayi. Penyakit jantung dan pembuluh darah di negara maju seperti Eropa, merupakan penyakit pembunuh nomor satu. Menurut estimasi para ahli organisasi kesehatan sedunia (WHO), 12 juta penduduk dunia meninggal setiap tahunnya, setengahnya (6 juta) meninggal dunia akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Insiden CHF pada infant dan anak-anak tidak diketahi secara pasti, hal ini dikarenakan luasnya penyebabab dari CHF. Kelainan jantung kongenital umunya merupakan penyebab CHF pada infant. (Suddaby, 2001). Di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, penyebab kematian akibat infeksi masih merupakan penyebab kematian nomor satu, namun tidak menutup kemungkinan beberapa dekade mendatang. Masalah kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah akan menjadi suatu permasalahan yang utama. Mengingat penyakit ini sangat erat keterkaitannya dengan pola hidup kurang sehat dan berbagai dampak dari meningkatnya peradaban manusia (teknologi) yang dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti jantung dan pembuluh darah. Penyakit jantung yang menyebabkan kematian tersebut seringkali timbul/datang secara mendadak dengan hanya sedikit tanda-tanda awal. Insiden kematian mendadak dari gangguan ini tinggi. Lebih dari separuh kematian akibat infark miocardium terjadi beberapa jam setelah timbul gejala dan sebelum penderita mencapai rumah sakit. Usaha utama untuk mengendalikan penyakit kardiovaskuler adalah dengan pencegahan primer, walaupun patogenesis pasti dan banyak penyakit kardiovaskuler tetap belum diketahui secara pasti, namun pengendalian faktor resiko melalui pemeriksaan dini, edukasi, dapat mempengaruhi dalam menurunkan angka kematian dan kesakitan akibat penyakit jantung. Oleh sebab itu perawat sebagai tim kesehatan perlu memahami lebih mendalam berbagai macam penyakit jantung yang sering disebut dengan CHF/kegagalan jantung, sehingga dapat memberikan asuhan yang tepat pada pasien anak yang mengalami penyakit tersebut. B. Tujuan 1. Tujuan umum Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan masalah Congestif Heart Failure. 2. Tujuan khusus a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada anak dengan masalah Congestif Heart Failure. b. Mahasiswa mampu menentukan masalah keperawatan dan diagnosa keperawatan pada klien pada anak dengan masalah Congestif Heart Failure. c. Mahasiswa mampu merencanakan, mengimplementasikan rencana keperawatan serta mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada anak dengan masalah Congestif Heart Failure. d. Mahasiswa mampu mendokumentasikan hasil pelakasaan keperawatan pada pada anak dengan masalah Congestif Heart Failure. e. Sebagai perbandingan antara teori dengan kenyataan di lapangan. C. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan dengan melakukan pengamatan langsung pada pasien ank di unit perawatana anak Lantai 5 timur RSUD Budi Asih dan studi kepustakaan. D. Sistematika penulisan Makalah ini disusun secara sistematik yang terdiri dari : BAB I Pendahuluan yang menguraikan mengenai Latar Belakang, Tujuan, Ruang Lingkup, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan. BAB II Tinjauan Teori yang menguraikan tentang Konsep Dasarn Medik mengenai Congestif Heart Failure, dan Konsep keperawatan. BAB III Pengamatan Kasus yang berisi pengkajian terhadap pasien, analisa data, diagnosa keperawatan, rencana tindakan, implementasi dan evaluasi. BAB IV Pembahasan Kasus. BAB V Penutup yaitu kesimpulan dan saran. Makalah ini diakhiri dengan daftar pustaka.



                                                                           BAB II
                                                                  TINJAUAN TEORI


 A. Konsep Medik 1. Definisi Congestive Heart Failure atau Gagal Jantung Kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. (Brunner & Suddarth, hal. 805). Congestive Heart Failure adalah kondisi kardiovaskuler dimana jantung tidak mampu memompa adekuat sejumlah darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik jaringan tubuh (Lewis, 2000). Gagal jantung kongestif adalah sindrom yang karena kegagalan pompa atau kontraktil jantung sehingga tidak dapat memasok aliran darah yang cukup ke jaringan atau tidak dapat mempertahankan curah normal hanya dengan mekanisme kompensasi sehingga menimbulkan kesukaran ( Rudolph, 2006). 2. Faktor Presipitasi a. Infeksi paru-paru b. Demam/sepsis c. Anemia (akut dan menahun) d. Tak teratur minum obat, seperti : diuretik dan digitalis, atau tidak diet rendah garam (lacks of compliance). e. Beban cairan yang berlebihan (misalnya: karena dapat pengobatan dengan infus). f. Terjadinya infark jantung akut berulang (re-infark). g. Aritmia (baik atrial maupun ventrikuler). h. Emboli paru. i. Keadaan : high output. j. Melakukan pekerjaan beban berat apalagi mendadak (lari, naik tangga). k. Stress emosional l. Hipertensi yang tidak terkontrol. 3. Anatomi Fisiologi Jantung adalah organ berongga, berotot yang terletak di tengah thoraks dan menempati rongga antara kedua paru yang disebut mediastinum. Fungsi jantung adalah memompa darah ke jaringan, mensuplai O2 dan nutrisi sambil mengangkut CO2 dan sampah hasil metabolisme. Terdapat dua pompa jantung yang terletak di sebelah kiri dan kanan, keluaran jantung kanan didistribusikan seluruhnya ke paru-paru melalui arteri. Kerja pompa jantung dijalankan oleh kontraktilitas relaksasi ritmik dinding otot. Kontraksi otot disebut sistolik, kamar jantung menjadi lebih kecil karena darah disemburkan keluar. Relaksasi otot jantung disebut diastolik kamar jantung akan terisi darah sebagai persiapan untuk penyemburan berikutnya. Jantung terbungkus dalam kantung fibrosa tipis yang disebut perikardium. Lapisan luar disebut pericardium parietalis dan lapisan dalam disebut pericardium viceralis yang langsung melekat pada permukaan jantung. Kedua pericardium dipisahkan oleh sedikit cairan pelumas yang berfungsi mengurangi gesekan selama kontraksi jantung. Jantung terdiri dari tiga lapisan yaitu : • Lapisan luar : epikardium. • Lapisan tengah : miokardium, merupakan lapisan otot. • Lapisan dalam : endokardium. Impuls jantung dimulai dan berasal dari Nodus Sinatrialis (SA) yang berada di dinding posterior atrium kanan dekat muara vena kava superior. SA Node menghasilkan denyut jantung 60-100 x dalam 1 menit. Kemudian dihantarkan ke AV Node yang berada di atrium kanan dekat muara sinus coronaria. Jalur AV merupakan transmisi impuls atrium dan ventrikel. Penahanan yang terlalu lama atau gagalnya transmisi impuls pada AV Node dikenal sebagai blok jantung. Dari AV, impuls jantung dihantarkan ke berkas his/bundel his yang membelah menjadi cabang kiri dan kanan kemudian di serabut purkinje yang menyebar keseluruhan permukaan dalam ventrikel otot jantung dan akan mengkontraksi jantung. Serabut purkinje juga menghasilkan impuls 20-40 x/menit. Sirkulasi Peredaran Darah Darah yang berasal dari vena cava superior dan inferior masuk atrium kanan kemudian ke ventrikel kanan lalu menuju paru-paru melalui arteria pulmonalis. Di paru-paru terjadi difusi CO2 dan O2. Darah yang banyak mengandung O2 keluar melalui vena pulmonalis ke atrium kiri melewati katub bikuspidalis ke ventrikel kiri dan akhirnya dipompa ke seluruh tubuh melalui arcus aorta kemudian melewati pembuluh darah, arteriola, kapiler (di sini terjadi difusi nutrisi dan metabolik jaringan), venula, vena kemudian kembali lagi dengan membawa CO2 ke atrium kanan melalui vena cava superior-inferior. Ventrikel kiri dan kanan sewaktu diastole akan menghisap darah dari atrium kiri dan kanan melalui katub trikuspidalis dan mitral untuk dilewati darah. Setelah pengisian darah penuh di ventrikel akan berkontraksi maka katup bikuspidalis dan mitral tertutup. Keadaan ini disebut sistolik. Tertutupnya katub trikuspidalis dan mitral menghasilkan bunyi jantung I sedangkan tertutupnya katub aorta dan pulmonal menghasilkan bunyi jantung II. Curah jantung (cardiac output) adalah sejumlah darah yang dipompa jantung ke seluruh tubuh tiap menit. Besarnya curah jantung berubah tergantung dari kebutuhan metabolisme tubuh. Curah jantung (CO) sebanding dengan volume sekuncup (SV) kali frekuensi jantung (HR). CO = SV x HR. Pengaturan Denyut Jantung Frekuensi jantung sebagian besar berada di bawah pengaturan system saraf otonom yaitu serabut parasimpatis mempersarafi node SA dan AV, mempengaruhi kecepatan dan frekuensi jantung sedangkan simpatis akan memperkuat denyut jantung. Pengaturan Volume Sekuncup Volume sekuncup tergantung dari tiga variabel :  Preload yaitu peningkatan volume terakhir yang meningkatkan kekuatan kontraksi pada saat sistolik.  Kontraktilitas yaitu kekuatan kontraksi dari jantung.  After load yaitu besarnya tegangan yang dihasilkan oleh ventrikel selama fase systole agar mampu membuka katub semilunaris dan memompa darah keluar. Ruang jantung terdiri atas empat ruang, dua ruang bagian atas disebut atrium, dua ruang di bagian bawah disebut ventrikel. Dinding yang memisahkan ruang kanan dan kiri disebut septum.  Atrium kanan Berfungsi sebagai tempat penyimpanan darah, yang juga sebagai pengatur darah dari vena-vena sirkulasi sistemik ke dalam ventrikel kanan kemudian ke paru-paru. Darah yang berasal dari pembuluh vena masuk atrium kanan melalui vena cava inferior dan superior dan sinus coronarius.  Ventrikel kanan Menghasilkan kontraksi tekanan darah yang cukup untuk memompa darah ke dalam arteri pulmonalis.  Atrium kiri Menerima darah yang sudah dioksigenisasi dari paru-paru melalui vena pulmonalis. Darah mengalir dari atrium kiri ke dalam ventrikel kiri melalui katub mitralis.  Ventrikel kiri Ventrikel kiri harus menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi sistemik dan mempertahankan aliran darah ke jaringan-jaringan perifer, sekat pembatas kedua ventrikel disebut septum interventrikularis. Katub Jantung Katub jantung memungkinkan darah mengalir hanya satu arah ke dalam jantung. Ada dua katub yaitu :  Atrioventrikularis Memisahkan antara atrium dan ventrikel. Terdapat dua jenis yaitu katub trikuspidalis dan mitralis/bikuspidalis. Katub trikuspidalis memisahkan atrium kiri dan ventrikel kiri.  Semilunaris Katub semilunaris terletak di antara tiap ventrikel dan arteri yang bersangkutan. Katub antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis disebut katub pulmonalis. Katub antara ventrikel kiri dan aorta disebut katub aorta. Gambar Anatomi 4. Etiologi Penyakit utama gagal jantung dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu : a. Penyakit dari jantung itu sendiri • Kelainan otot jantung Dimana akibatnya terjadi penurunan kontraktilitas jantung itu sendiri. Hal ini akibat dari adanya aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. • Aterosklerosis koroner Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Oleh karena itu terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). • Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan after load) Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung dimana pada akhirnya mengakibatkan gagal jantung. • Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif Dikarenakan kondisi radang dan penyakit miokardium ini secara langsung merusak serabut jantung yang menyebabkan kontraktilitas menurun. • Penyakit jantung lain Mekanisme yang biasanya terlihat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (misalnya : stenosis katub semilunaris), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (misalnya: temponade pericardium, perikarditis, atau stenosis katub atrioventrikular). b. Penyakit dari luar atau adanya faktor pencetus, hal ini sering disebabkan karena meningkatnya kerja ventrikel yang dikondisikan dengan menurunnya miokard. • Peningkatan laju metabolisme (misalnya demam, tiroxikosis), hipoksia dan anemia. Hal ini memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan sistemik. • Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai O2 ke jaringan. • Abnormalitas elektrolit yang dapat menurunkan kontraktilitas jantung. • Disaritmia jantung yang dapat menurunkan efisiensi kerja jantung. 5. Patofisiologi Tipe gagal jantung : a. Tipe gagal jantung kiri Ditandai dengan ketidakmampuan ventrikel kiri mengeluarkan isinya secara adekuat. Ketidakadekuatan ventrikel kiri ini mengakibatkan volume residu pada ventrikel kiri, lama kelamaan akan mengakibatkan dilatasi ventrikel kiri sehingga terjadi tekanan intraventrikuler pada akhir diastole. Hal ini menyebabkan ketidakmampuan atrium kiri untuk mengosongkan isinya ke ventrikel kiri secara adekuat sehingga tekanan atrium kiri meningkat. Peningkatan tekanan ini dipantulkan ke dalam vena pulmonal yang membawa darah dari paru-paru ke atrium kiri. Peningkatan tekanan ini menyebabkan cairan merembes ke paru-paru kemudian cairan masuk ke ruang interstitial dan alveoli sehingga menyebabkan edema paru. Akibat dari kegagalan ventrikel memompa, cardiac output juga menurun. Hal ini menyebabkan aliran darah ke ginjal juga menurun. Sebagai responnya ginjal mengeluarkan hormon aldosteron yang menahan natrium dan cairan sehingga terjadi peningkatan volume vaskular. Akibat dari retensi cairan maka akan terjadi edema berat pada seluruh tubuh. b. Tipe gagal jantung kanan Diawali dengan ketidakmampuan ventrikel kanan mengeluarkan isinya ke paru-paru melalui arteri pulmonalis secara adekuat, mengakibatkan peningkatan volume residu ventrikel kanan sehingga terjadi dilatasi ventrikel kanan dan peningkatan tekanan intravaskuler. Akibat atrium kanan tidak mampu mengosongkan isinya ke ventrikel kanan terjadi peningkatan tekanan pada atrium kanan, peningkatan tekanan juga terjadi pada VCS dan VCI. Akibat pada tahanan vena inferior cairan intravaskuler akan merembes menuju interstitial sehingga timbul edema. Edema akan dimulai dari bagian tubuh yang paling distal yaitu tungkai, bila tahanan yang terus terjadi pada vena porta cairan akan terdorong ke abdomen akan terjadi ascites. Cairan bisa juga mendesak ke hepar sehingga timbul hepatomegali. c. Tipe gagal jantung kiri dan kanan Gagal jantung kiri dan kanan dapat terjadi secara bersamaan akibat ketidakmampuan ventrikel kiri dan kanan untuk memompa darah yang sering disebut gagal jantung congestive. 6. Tanda dan Gejala A. Gagal Jantung Kanan 1) Distensi vena jugularis  akibat ketidakmampuan ventrikel kanan untuk berkompensasi. 2) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen. Terjadi akibat pembesaran di hepar. 3) Edema ekstremitas bawah (edema dependen) Dimulai dari kaki dan tumit secara bertahap bertambah ke atas tungkai dan paha dan akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah. Edema sacral sering terjadi pada pasien yang berbaring lama karena daerah sacral menjadi daerah yang dependent. 4) Asites (penimbunan cairan di dalam rongga peritoneum) Karena tekanan pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan distres pernafasan. 5) Anoreksia (tidak nafsu makan) dan mual Terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen. 6) Nokturia (rasa ingin kencing pada malam hari) Terjadi karena perfusi renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring. Diuresis paling sering terjadi pada malam hari karena curah jantung akan membaik dengan istirahat. 7) Lemah Disebabkan karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan. B. Gagal Jantung Kiri 1) Dispnea Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Dispnea bahkan dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang. 2) Ortopnue (kesulitan bernafas saat berbaring) Ketidakmampuan berbaring datar karena dyspnea. Hal ini terjadi bila pasien yang sebelumnya duduk lama dengan posisi kaki dan tangan bawah, lalu berbaring ke tempat tidur. Setelah beberapa jam, cairan yang tertimbun di ekstremitas yang sebelumnya berada di bawah mulai diabsorbsi dan ventrikel kiri yang sudah terganggu tidak mampu mengosongkan peningkatan volume dengan adekuat. Akibatnya tekanan dalam sirkulasi paru meningkat dan lebih lanjut, cairan berpindah ke alveoli. 3) Dyspnea nocturnal paroxymal Pasien pada tengah malam mengeluh napas pendek yang hebat akibat perpindahan cairan dari jaringan ke dalam intravaskuler. 4) Takikardi (denyut jantung cepat) 5) Batuk Yang berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering dan tidak produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah yaitu batuk yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak, yang kadang disertai bercak darah. 6) Mudah lelah Terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi distres pernapasan dan batuk. 7) Kecemasan dan kegelisahan Terjadi akibat gangguan oksigenisasi jaringan, stres akibat kesakitan bernapas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. C. Gagal Jantung Kongestif Gabungan dari gagal jantung kiri dan kanan. 7. Test Diagnostik a. EKG Digunakan untuk mengetahui aktivitas listrik jantung yang disadap dari berbagai sudut pada permukaan kulit. Hipertropi atrial atas ventrikel, penyimpangan aksis, iskemia dan kerusakan pola mungkin terlihat disritmia, vibrasi atrial atau kelainan irama jantung. b. Sonogram (Echocardiogram) Adalah tes ultrasound non invasive yang digunakan untuk memeriksa ukuran, bentuk dan pengerasan struktur jantung. Selain itu juga dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi atau struktur katub ataupun area penurunan kontraktilitas ventrikel. c. Kateterisasi Jantung Merupakan prosedur diagnostik invasive dimana satu atau lebih kateter dimasukkan ke jantung dan pembuluh darah tertentu untuk mengukur tekanan dalam berbagai kamar jantung dan untuk menentukan saturasi oksigen dalam darah. Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan. Vesus sisi kiri dan stenosis katup atau insufisiensi juga mengkaji potensi arteri koroner. Zat kontras disuntikkan ke dalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan perubahan kontraktilitas. d. Rontgen Dada Pemeriksaan sinar X dilakukan untuk menentukan ukuran, kontur dan posisi jantung. Dan juga dapat memperlihatkan adanya kalsifikasi jantung dan pericardial serta menunjukkan adanya perubahan fisiologik sirkulasi pulmonal atau menunjukkan pembesaran jantung. e. Elektrolit Elektrolit serum dapat mempengaruhi prognosis pasien dengan infark miokard akut atau setiap kondisi jantung. Mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal. 8. Therapi dan Penatalaksanaan Sasaran-sasaran untuk penatalaksanaan gagal jantung antara lain : a. Menurunkan kerja jantung. b. Meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard. c. Menurunkan potensi garam dan air. Adapun penatalaksanaan yang biasa dilakukan pada pasien gagal jantung antara lain : a. Tirah baring Diberikan untuk menurunkan beban kerja dengan menurunkan volume intravaskuler melalui indikasi diuresis berbaring. b. Therapy farmakologi - Diuresis, berfungsi untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. - Therapi vasodilator, berfungsi untuk mengurangi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. - Morfin - Therapi nitrat - Digitalis, berfungsi meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung. - Intropik positif, berfungsi melepaskan katekolamin dari sisi penyimpanan saraf, memperbaiki kontraktilitas dan mendilatasi ginjal. c. Dukungan diet - Pembatasan natrium dan konsumsi lemak, pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur atau mengurangi edema. Pasien yang dibatasi diet natriumnya diingatkan untuk tidak meminum obat-obat tanpa resep dokter, seperti : antasida, sirup obat batuk, pencahar, penenang atau pengganti garam karena produk tersebut mengandung natrium dan jumlah kalium yang berlebih. 9. Komplikasi a. Efusi pleura Terjadi peningkatan tekanan kapiler pleura, transudat cairan muncul dari kapiler ke dalam ruang pleura. Pleura efusi biasanya berkembang pada lobus kanan bawah. b. Aritmia Akibat dari tachikardia aritmia ventrikel. c. Trombus ventrikel kiri Pelebaran atau dilatasi ventrikel kiri dan kombinasi curah jantung yang lemah, peningkatan potensial pembentukan trombus pada vena kiri. d. Sirosis Terjadi kongesti darah vena pada lobus hepar dan menyebabkan kerusakan fungsi hepar. B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan - Riwayat hipertensi dan penyakit paru. - Riwayat anemia. - Riwayat penyakit katub jantung, bedah jantung dan endokarditis. b. Pola nutrisi metabolik - Mual, muntah, anoreksia. - Penambahan berat badan signifikan - Edema, asites - Makan makanan yang tinggi garam, lemak, gula dan kafein. - Penggunaan obat diuretik. c. Pola eliminasi - Nokturia (berkemih pada malam hari) - Penurunan berkemih, urine berwarna gelap - Diare, konstipasi. d. Pola latihan dan aktivitas - Kelelahan terus menerus sepanjang hari. - Gelisah - Dyspnea, orthopnea - Edema pada ekstremitas bawah. - Batuk, nyeri dada pada saat aktivitas. e. Pola tidur dan istirahat - Insomnia - Tidur menggunakan 2-3 bantal. f. Pola persepsi dan kognitif - Cemas - Stres yang berhubungan dengan penyakit - Kemampuan pasien mengatasi penyebab penyakit. g. Pola hubungan dan peran dengan sesama - Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas bermain yang biasa dilakukan. 2. Diagnosa Keperawatan a. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas miokard, perubahan frekuensi, irama, konduksi dan listrik jantung. b. Intoleransi aktivitas b/d penurunan curah jantung. c. Gangguan pertukaran gas b/d penurunan curah jantung, kelebihan volume cairan. d. Kelebihan volume cairan b/d kegagalan curah jantung, retensi cairan. e. Penurunan perfusi jaringan b/d penurunan cardiac output. f. Resti kerusakan integritas kulit b/d penurunan perfusi jaringan, tirah baring lama. g. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, aktivitas, diit dan pengobatan b/d kurang informasi. 3. Perencanaan Keperawatan DP 1. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas miokard, perubahan frekuensi, irama, konduksi dan listrik jantung. HYD: Menunjukkan TTV dalam batas normal, tidak terjadi angina, dyspnea, tidak ditemukan gejala gagal jantung. Intervensi : 1) Kaji frekuensi dan irama jantung. R/ Biasa terjadi takikardia untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas miokard. 2) Catat bunyi jantung tambahan. R/ Bunyi tambahan menunjukkan lemahnya kerja jantung. 3) Pantau nadi perifer, TD R/ Penurunan nadi dan TD menunjukkan penurunan curah jantung. 4) Kaji kulit terhadap pucat dan cyanosis. R/ Menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder karena tidak adekuatnya curah jantung. 5) Kaji terhadap penurunan kesadaran. R/ Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral. 6) Pantau dan catat keluaran urine. R/ Ginjal berespon terhadap penurunan curah jantung dengan menahan air dan natrium. 7) Anjurkan istirahat cukup. R/ Memperbaiki efisiensi kontraktilitas jantung dan menurunnya kebutuhan O2. 8) Kolaborasi dan dokter untuk pemberian obat (diuretik, vasodilator, captopril, morfin sulfat dan tranquilizer/sedatif). R/ Banyaknya obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti. DP 2. Intoleransi aktivitas b/d penurunan curah jantung. HYD: Klien dapat berinteraksi sesuai tingkat toleransi. Intervensi : 1) Observasi TTV sebelum dan sesudah beraktivitas terutama klien yang menggunakan obat vasodilator dan diuretic. R/ Hipotensi orthostatik dapat terjadi karena efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan/pengaruh obat jantung. 2) Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dyspnea, pucat dan berkeringat. R/ Penurunan miokardium untuk menaikkan volume sekuncup selama aktivitas, dapat menurunkan frekuensi jantung dan kebutuhan O2 3) Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas. R/ Dapat menunjukkan kenaikan dekompensasi jantung terhadap kelebihan aktivitas dengan periode istirahat. 4) Bantu penuh atau sesuai indikasi dan selingi aktivitas dengan periode istirahat. R/ Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stress miokard. 5) Kolaborasi untuk program rehabilitasi jantung. R/ Peningkatan aktivitas secara bertahap untuk mengurangi kerja jantung. DP 3. Gangguan pertukaran gas b/d penurunan curah jantung, kelebihan volume cairan. HYD: Pernapasan klien normal 12-20 x/menit, bunyi nafas normal. Intervensi : 1) Beri posisi semifowler/fowler. R/ Meningkatkan ventilasi dan mengurangi aliran balik vena ke jantung dan meningkatkan ekspansi paru. 2) Jelaskan dan ajarkan klien batuk efektif dan nafas dalam. R/ Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2. 3) Auskultasi bunyi nafas, catat crackles, frekuensi pernapasan. R/ Menyatakan adanya kongesti paru dan menunjukkan kebutuhan O2, informasi lanjut sebagai evaluasi terhadap respon terapi. 4) Kolaborasi dalam pemberian terapi O2. R/ Menaikkan saturasi O2 dan mengetahui dyspnea dan fatigue. 5) Pantau nilai AGD. R/ Monitor O2 dalam darah. DP 4. Kelebihan volume cairan b/d kegagalan curah jantung, retensi cairan. HYD: Edema berkurang sampai dengan hilang. Intervensi : 1) Kaji derajat edema dan ukur lingkar perut setiap hari. R/ Pada gagal jantung, cairan dapat berkumpul di ekstremitas bawah, abdominal. 2) Pantau intake-output. R/ Memantau balance cairan. 3) Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler. R/ Posisi terlentang meningkatkan filtrasi ginjal menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis. 4) Timbang BB bila memungkinkan. R/ Catat perubahan ada atau hilangnya edema sebagai respon terhadap terapi. 5) Kaji distensi leher dan pembuluh perifer serta adanya edema dengan/tanpa pitting (catat adanya edema tubuh umum). R/ Retensi cairan berlebihan dapat dimanfaatkan dengan pembendungan vena dan pembentukan edema. 6) Kaji adanya keluhan dyspnea yang ekstrim dan tiba-tiba. R/ Menunjukkan terjadinya komplikasi (edema paru/emboli). 7) Berikan diit rendah sodium dan natrium serta batasan cairan. R/ Mengurangi retensi cairan. 8) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat digitalis, diuretik dan tambahan kalium. R/ Meningkatkan tugas jantung, meningkatkan keluaran urine dan menghambat reabsorpsi natrium. DP 5. Penurunan perfusi jaringan b/d penurunan curah jantung. HYD: Pasien mengatakan perasaan nyaman atau tidak ada nyeri saat istirahat. Nadi perifer teraba dan kuat. Keluhan pusing berkurang sampai dengan hilang. Warna kulit tidak pucat, suhu tubuh hangat. Intervensi : 1) Kaji keluhan pasien (nyeri dada, pusing). R/ Pengkajian yang tepat diperlukan untuk memberikan intervensi yang tepat. 2) Monitor TTV dan irama jantung setiap 4 jam. R/ Nadi yang cepat dan reguler dapat menyebabkan penurunan curah jantung yang mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. 3) Periksa nadi perifer setiap 4 jam. R/ Nadi perifer teraba dan kuat mengindikasikan aliran arterial yang baik. 4) Kaji warna kulit, suhu dan tekstur kulit tiap 4 jam, catat dan laporkan bila ada perubahan. R/ Penurunan perfusi jaringan dapat menyebabkan kulit menjadi dingin dan tekstur berubah. DP 6. Risti kerusakan integritas kulit b/d penurunan perfusi jaringan, tirah baring lama. HYD: Kerusakan kulit tidak terjadi pada daerah edema atau tertekan. Intervensi : 1) Kaji adanya tanda edema pada daerah scrotum, tumit dan maleolus. R/ Mengidentifikasi area edema dan rencana tindakan selanjutnya. 2) Pijat area yang tertekan. R/ Meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan. 3) Ubah posisi sering di tempat tidur dan bantu latihan rentang gerak aktif pasif (tiap 2-4 jam sekali). R/ Memperbaiki sirkulasi/menurunkan waktu satu area yang mengganggu aliran darah. 4) Berikan perawatan kulit dan menjaga kelembaban. R/ Terlalu kering atau lambat merusak kulit dan mempercepat kerusakan. 5) Jaga kebersihan alat tenun dan bebas kerut. R/ Penurunan tekanan pada kulit memperbaiki sirkulasi. DP 7. Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit, diet dan pengobatan b/d kurang informasi. HYD: Secara verbal pasien memahami tentang penyakitnya dengan baik, ketentuan diet dan penatalaksanaan pengobatan. Intervensi : 1) Diskusikan fungsi jantung normal dan jelaskan tentang fisiologinya. R/ Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan. 2) Jelaskan tentang program pengobatan dan pentingnya menjalankan diet. R/ Pengertian dalam pengobatan dapat meningkatkan motivasi klien. 3) Diskusikan tentang pentingnya istirahat. R/ Aktivitas fisik yang berlebihan dapat berlanjut menjadi kelemahan jantung. 4) Diskusikan dalam pemberian obat dan efek samping obat. R/ Pemahaman kebutuhan terapeutik pentingnya upaya pelaporan efek samping dapat mencegah terjadinya komplikasi obat. 5) Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya. R/ Dapat memahami tentang proses perjalanan penyakit.



                                                                         BAB III
                                                           PENGAMATAN KASUS


 Pengkajian dilakukan pada anak R yang berusia 11 tahun 3 bulan 14 hari, agama Islam, Perempuan , anak ketiga dari empat bersaudara. Pada tanggal 09 Februari 2011 klien dibawa ke UGD Budi Asih dengan keluhan sesak napas dan nyeri pada perut kanan atas. Diagnosa saat masuk yaitu anemi, TB paru, diagnosa saat pengkajian adalah CHF, efusi pleura. Klien tampak sakit sedang, terbaring lemah, terpasang infus Amino fusin peo 75 cc/24 jam pada tangan kanan, serta KaEN 3B + KCL 10 meq pada tangan kanan, kesadaran CM, klien tamapak kurus, TB klien = 123 cm, dan BB klien = 17 kg. Ibu klien mengatakansejak 2 minggu yang lalu klien merasa sesak napas, sesak terutama dirasakan sat klien tidur sehingga klien tidak bisa tidur terlentang tetapi harus dalam posisi duduk/setengah duduk serta klien merasa sakit perut pada bagian kanan atas namun tidak ada mual dan muntah, klien sempat dibawa ke puskesmas terdekat dan diberi obat (namun ibu klien tidak mengetahui apa nama obatnya) namun klien masih merasa sesak dan akhirnya dirujuk ke RSUD Budi Asih. Ibu klien juga mengatakan sejak ± 6 bulan terakhir anaknya mengalami penurunan berat badan, menurut ibu klien BB klien sebelumnya adalah sekitar 20 – 25 kg. Saat pengkajian klien mengatakan tidak ada mual, muntah, masih merasa sesak namun tidak ada batuk dan nyeri dada, tampak terpasang O2 2 L/mnt, TD= 110/80 mmHg, S=37oC, Nadi = 100x/mnt, cepat, teratur, P = 37 x/menit, tampak menggunakan otot-otot bantu pernapasan, klien tamapak menghabiskan ½ porsi bubur. Hasil Lab darah 14 Februari 2011 menunjukkan hasil leukosit= 5,1 ribu/ul, Hb= 11,8 g/dl, Ht= 35%, Trombosit= 334 ribu/ul, hasil thorax dada 14 Februari 2011 kesan : oedema pulmonal, efusi pleura dextra. 



                                                                          BAB IV
                                                          PEMBAHASAN KASUS


 Setelah melakukan pengamatan kasus selama 3 hari pada anak R, penulis menemukan adanya persamaan dan perbedaan antara teori dengan kasus yang didapat.  Pengkajian Saat melakukan pengkajian pada anak R dengan usia 11 tahun 3 bulan 14 hari di unit perawatan anak lantai 5 timur dengan diagnosis CHF, efusi pleura didapatkan tanda dan gejala yang sama dengan teori yaitu keluhan sesak, mudah lelah saat bermain dengan teman-temanya, hasil lab rontgen thorax menunjukkan adanya oedema pulmonal dan efusi pleura dextra, nafsu makan klien berkurang dan sejak ± 6 bulan yang lalu klien mengalami penurunan berat BB, nadi klien 100x/menit, cepat. Tanda yang tidak didapat yaitu batuk, edema pada kaki atau tangan, mual dan muntah. Berdasarkan hasil pengkajian tidak didapatkan apa penyebab dari gagal jantung kongestif yang dialami klien, menurut ibu klien sebelumnya klien tidak pernah sakit atau mengeluh sesuatu, pada saat melahirkan ibu klien mengatakan anaknya dapat menangis spontan, ibu klien tidak mengetahui apakah anaknya ada penyakit jantung bawaan sebab tidak pernah memeriksakannya. Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien hanya lab darah dan rontgen thorax, tidak dilakukan pemeriksaan EKG untuk melihat adanya disritmia, vibrasi atrial atau kelainan irama jantung. Hasil Lab darah pada tanggal 14 februari 20011 menunjukkkan hasil Leukosit=5,1 ribu/ul, Hb= 11,8 gr/dl, Ht=35%, trombosit= 334ribu/ul. Komplikasi yang terjadi pada kasus saya adalah terjadinya efusi pleura dextra, dan oedema pulmonal, hal ini menunjukkan bahwa klien mengalami gagal jantung kiri, dimana klien akan merasa semakin sesak saat berbaring terlentang, dan klien juga tidak dapat lagi bermain bersama teman-temannya saat tanda dan gejala muncul, bahkan klien tidak dapat bersekolah. Terapi yang diberikan pada klien adalah pemberian O2 2 L/mnt, injeksi lasik 2x15 mg untuk mengurangi edema pada paru, colsan 4x250 mg, microlax supp 1x/hari untuk mencegah klien mengejan saat BAB sebab dengan mengejan akan semakin meningkatkan kerja jantung, KCL 3x250mg, ambrox dan febu 3x 1 bungkus.  Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang saya angkat adalah : 1. Penurunan curah jantung b.d penurunan kontraktilitas, gangguan irama jantung. 2. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru 3. Keterbatasan aktivitas b.d penurunan curah jantung 4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d pemasukan yang tidak adekuat, tidak nafsu makan  Perencanaan Perencanaan yang dibuat disesuaikan antara teori dengan kondisi klien. Dalam membuat perencanaan masih kurang optimal sehingga perlu bimbingan baik dari pembimbing bangsal maupun dari pendidikan. Rencana yang dibuat diharapkan dapat diimplementasikan sesuai dengan masalah yang ada pada klien.  Implementasi Tidak semua rencana keperawatan dapat diimplementasikan karena beberapa hal seperti keterbatasan waktu. Selama 3 hari bersama pasien implementasi yang dilakukan mulai dari tanya keluhan pada pasien, mengobservasi TTV, memberikan obat, mengkaji perasaan pasien, memberikan penjelasan mengenai penyakit dan pencegahan serta hal-hal yang perlu diperhatikan oleh keluarga kepada ibu klien. Saat implementasi dilakukan klien, keluarga sangat kooperatif meskipun kadang anak cenderung untuk diam.  Evaluasi Dari data didapatkan bahwa pola napas tidak efektif sudah teratasi sebagian dimna klien sudah tidak merasa sesak, tidak menggunakan terapi O2, namun frekuensi pernapasan masih cepat yaitu 30-37 x/menit, asukultasi suara napas wheezing (-), ronchi (-).  NCHS Berdasarkan perhitungan dengan NCHS, anak R umur 11 tahun. TB aktual = 123 cm dan BB aktual = 17 kg. Berdasarkan umur dari TB aktual ditarik garis ke persentil 50 secara horisontal kemudian tarik garis vertikel ke bawah sesuaikan BB ke arah persentil 50. Didapatkan BB ideal pada anak R adalah 23 kg dan dihitung menurut rumus BB aktual/ BB ideal x 100% 17/23 X 100% = 73,91 % Jadi anak R mengalami malnutrisi sedang (70-80%).


                                                              BAB V
                                                           PENUTUP


 A. Kesimpulan CHF merupakan penyakit/sindroma dimana jantung tidak mampu memompa darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan O2 dan nutrisi lain. Pada kasus ini anak R berusia 11 tahun 3 bulan mengalami gagal jantung kiri dimana klien mengalami sesak, terutama saat beraktivitas dan tidak dapat tidur terlentang, auskultasi suara napas terdapat wheezing (+), hasil Lab thorax foto menunjukkan kesan oedema pulmonal, serta efusi pleura dextra. Diagnosa keperawatan yang diangkat adalah penurunan curah jantung b.d penurunan kontraktilitas, gangguan irama jantung ; Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru ; Keterbatasan aktivitas b.d penurunan curah jantung ; Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d pemasukan yang tidak adekuat, tidak nafsu makan. B. Saran 1. Bagi perawat Diharapkan para perawat dapat memberikan perawatan yang semaksimal dan sebaik mungkin pasien dengan sakit CHF agar dapat memperoleh kesembuhan secepat mungkin dan bisa kembali berkumpul bersama keluarga. Oleh karena itu para perawat diharapkan untuk tetap mempelajari cara perawatan pasien dengan CHF, serta bagaimana cara pencegahannya. 2. Bagi institusi Pendiddikan Diharapkan STIK Sint Carolus khususnya bagi staf pengajar maupun mahasiswa akan memperdalam kembali mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan perawatan anak dengan CHF, sehingga dalam praktek di klinik mahasiswa dapat menerapkan pemahaman mereka sehingga dapat membantu pasien dalam memperolehkesembuhan dan meminimalkan resiko penularan. 3. Bagi pasien dan keluarga pasien Diharapkan bagi keluarga agar memperhatikan kondisi anak baik dari makanan yang bergizi, pemberian imunisasi lengkap dan mengontrol anak ke pelayanan kesehatan, serta tidak membiarkan anak bermain terlalu lama sehingga menyebabkan anak menjadi kecapaian dan kelelahan.



                                                        DAFTAR PUSTAKA


Berhman. (1999). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Lewis. (2000). Medical Surgical Nursing : Assessment & Management of Clinical Problem. Missouri : Mosby Inc.
Morgan, Kathleen. (2007). Rencana Asuhan Keperawatan pediatrik Dengan clinical pathway. Jakarta : EGC
Potts , Nicki. (2007). Pediatric Nursing Carimg for Children and their families. 2nd Ed. Thomson Belmar Learning.
Rudolph , Abraham. (2006). Buku Ajar Pediatri Rudolph. Jakarta : EGC.