Sabtu, 13 Agustus 2016

Askep CVD

Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Stroke

A.  Pengertian
Stroke/CVD (Cerebro Vaskuler Disease) merupakan gangguan suplai oksigen ke sel-sel syaraf yang dapat disebabkan oleh pecahnya atau lebih pembuluh darah yang memperdarai otak dengan tiba-tiba. (Brunner dan Sudart, 2002)
Stroke merupakan cedera otak yang berkaitan obstruksi aliran darah otak. Stroke dapat menjadi akibat pembentukan trombus ke otak/di suatu arteri serebrum, akibat embolus yang mengalir ke otak dari tempat lain ke tubuh atau akibat perdarahan otak. (Corwin, 2001)
Sroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus di tangani secara tepat dan cepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. (Muttaqin, 2008)

B.   Etiologi
1. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis.
Beberapa keadaandibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis  adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
– Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
– Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi thrombosis.
-.Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus)
– Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
b. Myokard infark
c. Fibrilasi,. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
3. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
a. Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
4. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
5. Hipoksia setempat
a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

C.  FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor resiko stroke dapat dikelompokan sebagai berikut :
1. Akibat adanya kerusakan pada arteri, yairtu usia, hipertensi dan DM.
2. Penyebab timbulnya thrombosis, polisitemia.
3. Penyebab emboli MCI. Kelainan katup, heart tidak teratur atau jenis penyakit jantung lainnya.
4. Penyebab haemorhagic, tekanan darah terlalu tinggi, aneurisma pada arteri dan penurunan faktor pembekuan darah (leukemia, pengobatan dengan anti koagulan )
5. Bukti-bukti yang menyatakan telah terjadi kerusakan  pembuluh darah arteri sebelumnya : penyakit jantung angina, TIA., suplai darah menurun  pada ektremitas.
Kemudian ada yang menunjukan bahwa yang selama ini dianggap berperan dalam meningkatkan prevalensi  stroke ternyata tidak ditemukan pada penelitian tersebut diantaranya, adalah:
1. Merokok, memang merokok dapat merusak arteri tetapi tidak ada bukti kaitan antara keduanya itu.
2. Latihan, orang mengatakan bahwa latihan dapat mengurangi resiko terjadinya stroke. Namun dalam penelitian tersebut tidak ada bukti yang menyatakan hal tersebut berkaitan  secara langsung. Walaupun memang latihan yang terlalu berat dapat menimbulkan MCI.
3. Seks dan seksual intercouse, pria dan wanita mempunyai resiko yang sama terkena serangan stroke tetapi untuk MCI jelas pria lebih banyak daripada wanita.
4. Obesitas. Dinyatakan kegemukan menimbulkan resiko yang lebih besar, namun tidak ada bukti secara medis yang menyatakan hal ini.
5. Riwayat keluarga.

Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;
1.     Hipertensi
dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.
2.     Aneurisma pembuluh darah cerebral
Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
3.    Kelainan jantung / penyakit jantung
Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
4.    Diabetes mellitus (DM)
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.
5.    Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak.
6.    Polocitemia
Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun.
7.    Peningkatan kolesterol (lipid total)
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak.
8.    Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.
9.     Perokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi aterosklerosis.
10.  kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.
(Sumber : Brunner and Suddarth)

D.  Klasifikasi
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi:
Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu :
1.     stroke hemoragik
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yang disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.
2.    stroke non hemoragik
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak.
Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu :
·         TIA’S (Trans Ischemic Attack)
Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
·         Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu..
·         stroke in Evolution
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.
·         Complete Stroke
Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent.
(Sumber : Mahar Mardjono dan Priguna Sidharta)

Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
a. TIA ( Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

E.   Patofisiologi
Aliran darah di setiap otak terhambat karena trombus atau embolus, maka terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otot, kekurangan oksigen pada awalnya mungkin akibat iskemia imun (karena henti jantung atau hipotensi) hipoxia karena proses kesukaran bernafas suatu sumbatan pada arteri koroner dapat mengakibatkan suatu area infark (kematian jaringan). (Sumber : Hudak dan Gallo). Perdarahan intraksional biasanya disebabkan oleh ruptura arteri cerebri ekstravasasi darah terjadi di daerah otak atau subarachnoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar pendarahan, spasme ini dapat menyebaar ke seluruh hemisfer otak, bekuan darah yang semua lunak akhirnya akan larut dan mengecil, otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Infark regional kortikal, sub kortikal ataupun infark regional di batang otak terjadi karena daerah perdarahan suatu arteri tidak/ kurang mendapat aliran darah. Aliran/ suplai darah tidak disampaikan ke daerah tersebut oleh karena arteri yang bersangkutan tersumbat atau pecah. Sebagai akibat keadaan tersebut bias terjadinya anoksia atau hypoksia. Bila aliran darah ke otak berkurang sampai 24-30 ml/100 gr jaringan akan terjadi ischemia untuk jangka waktu yang lama dan bila otak hanya mendapat suplai darah kurang dari 16 ml/100 gr jaringan otak, maka akan terjadi infark jaringan otak yang permanen.(Sumber : DepKes 1993)

Pathway Stroke

F.  Manifestasi Klinis
·         Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan control motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada satu sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi tubuh.
Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralisis dan hilang atau menurunnya reflex tendon dalam. Apabila reflek tendon dala ini muncul kembali (biasanya dalam 48 jam), peningkatan tonus disertai dengan spastisitas (peningkatan tonus otot abnormal) pada ekstremitas yang terkena dapat dilihat.
·         Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan sebagai berikut:
a.    Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dan dimengerti disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk mneghasilkan bicara.
b.    Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif
c.     Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya).
·         Gangguan persepsi
Ketidakmampuan untuk meninterpretasikan sensasi. Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual-spasial dan kehilangan sensori.
·         Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik
Bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lipa dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin akan diperberat oleh respon alamiah pasien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain yang umum terjadi yaitu labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerja sama.
·         Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke mungkin pasien mengalami inkontinensia urinarius sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal/bedpan karena kerusakan control motorik dan postural. Kadang setelah stroke kandung kemih menjadi atonik. Dengan kerusakan sensasi dalam respon terhadap pengisian kandung kemih.
(Sumber : Brunner and Suddarth)

G.   Prosedur Diagnostik
1.     Angiografi cerebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik oklusi atau ruptur.
2.    CT Scan : memperlihatkan adanya oedem
3.    MRI : mewujudkan daerah yang mengalami infark
4.    Penilaian kekuatan otot
5.    EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak.
(Sumber : Doenges)

H.  Penatalaksanaan Keperawatan
Penderita yang mengalami stroke dengan infark yang luas melibatkan sebagian besar hemisfer dan disertai adanya hemiplagia kontra lateral hemianopsia, selama stadium akut memerlukan penanganan medis dan perawatan yang didasari beberapa prinsip.
Secara praktis penanganan terhadap ischemia serebri adalah
1)     Penanganan suportif imun
a.  Pemeliharaan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat.
b.  Pemeliharaan volume dan tekanan darah yang kuat.
c.   Koreksi kelainan gangguan antara lain payah jantung atau aritmia.
2)    Meningkatkan darah cerebral
a.    Elevasi tekanan darah
b.    Intervensi bedah
c.     Ekspansi volume intra vaskuler
d.    Anti koagulan
e.     Pengontrolan tekanan intrakranial
f.     Obat anti edema serebri steroid
g.    Proteksi cerebral (barbitura)
macam-macam obat yang digunakan ( Sumber : Lumban Tobing )
1.     Obat anti agregrasi trombosit (aspirasi)
2.    Obat anti koagulasi : heparin
3.    Obat trombolik (obat yang dapat menghancurkan trombus)
4.    Obat untuk edema otak (larutan manitol 20%, obat dexametason)

I.  Komplikasi
Komplikasi stroke meliputi :
·         Hipoksia serebral, diminimalkan dengan member oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen dan mempertahankan hemoglobin serta hemotokrit dalam mebantu mempertahankan oksigenasi jaringan.
·         Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
·         Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. (Sumber : Brunner and Suddarth)

J.   Asuhan Keperawatan
1.   Pengkajian
·         Anamnesis
Kelainan system saraf bias menimbulkan berbagai macam gejala, diantaranya:
o   Nyeri kepala
o   Kejang, pingsan, gerakan aneh
o   Pening atau vertigo
o   Masalah penglihatan
o   Kelainan pengdiuman atau penglihatan
o   Kesulitan berbicara
o   Kesulitan menelan
o   Kesulitan berjalan
o   Ekstremitas lemah
o   Gangguan sensori
o   Gerakan involunter dan tremor
o   Masalaha pengendalian sfinkter (buang air besar atau kecil)
o   Gangguan fungsi mental luhur, seperti bingung atau perubahan kepribadian
·         Riwayat penyakit dahulu
o   Adakah penyakit gangguan neurolohis lainnya ?
o   Adakah riwayat penyakit sistemik, khususnya kelainan kardiovaskuler ?
·         Obat obatan
·         Riwayat keluarga
Adakah riwayat penyakit neurologis dalam keluarga?
·         Riwayat sosial
·         Pemeriksaan fisik
o   Bagaimana tingkat kesadaran pasien, tentukan dengan skor koma Glasgow
o   Pandanglah pasien, apakah ada kelainan postur yang jelas, pengecilan otot atau tremor?
o   Periksa ekstremitas atas
a.    Lakukan inspeksi untuk mencari pengecilan otot yang jelas, tremor, fasikulasi, deformitas, dan perubahan warna kulit.
b.    Periksa kekuatan, bandingkan kedua lengan. Gunakan skala MRC :
0 lumpuh sempurna
1 masih terlihat kontraksi
2 gerak aktif tanpa gravitasi
3 bergerak melawan arah
4 bergerak melawan tahanan
5 kekuatan normal
c.     Periksa koordinasi dengan tes telunjuk-hidung, gerak cepat jari-jari, gerak cepat bergantian (jika ada kesulitan = disdiadokokinesis pada gangguan serebelum)
d.    Periksa reflek dengan ketukan biseps, triseps dan supinator
e.     Periksa sensasi. Tes raba halus, tusuk jarum, rasa getar, rasa posisi sendi, dan reaksi panas/dingin.
o   Periksa ekstremitas bawah
a.    Lakukan inspkesi
b.    Periksa kekuatan, bandingkan kedua sisi.
c.     Periksa koordinasi
d.    Periksa sensasi
o   Periksa saraf kranial
a.    Olfaktorius, periksa sensasi penghidu di kedua lubang hidung
b.    Optikus, periksa ketajaman penglihatan, periksa lapang pandang, periksa reaksi cahaya langsung dan tak langsung serta akomodasi
c.     Okulomotorius, troklearis, dan abdusen, Cari adanya ptosis (sebelah atau kedua kelopak mata menutup)
Periksa adanya nigtagmus, tanyakan adanya penglihatan ganda .
d.    Trigeminus, Periksa sensasi wajah terhada raba halus dan tusuk jarum.
Periksa kekuatan otot pengunyah dna temporalis
Tes reflek kornea
Tes ketuk rahang
e.     Fasialis, Periksa oto otot ekspresi wajah (angkat alis, tutup mata kuat kuat, tunjukan gigi)
f.     Vesibulokoklearis, Tes pendengaran, lakukan tes rine dan tes weber
Tes keseimbangan (berdiri dengan mata tertutup, berjalan sepanjang garis lurus)
g.    Vagus dan glosofaringeus, Periksa gerak palatum
Periks reflek muntah dan batuk
h.    Aksesorius, Periksa kekuatan otot sternomastoideus dan mengangkat bahu
i.      Hipoglosus, Periksa lidah untuk mencari pengecilan otot, fasikulasi dan uji kekuatan
j.      Tes fungsi mental luhur
Nilailah kemampuan berbicara
Periksa ingatan
Nilailah kemampuan pemahaman (Sumber : jonathan Gleadle)

2.   Diagnosa
a.    Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.
§  Tujuan :
Mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi kognitif dan motorik /sensorik.
§  Intervensi :
o   Pantau atau catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya atau standar.
o   Pantau tanda-tanda vital.
o   Catat perubahan data penglihatan seperti adanya kebutaan, gangguan lapang pandang atau ke dalam persepsi.
o   Kaji fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara.
o   Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis (netral).
o   Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung atau aktivitas pasien sesuai indikasi.
o   Cegah terjadinya mengejan saat terjadinya defekasi dan pernafasan yang memaksa (batuk terus menerus).
o   Kolaborasi dalam pembarian oksigen dan obat sesuai indikasi
(Doenges, 2000).

b.    Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan fungsi neurologis.
§  Tujuan :
Mempertahankan/ meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi
§  Intervensi :
o   Kaji kemampuan fungsional dan beratnya kelainan.
o   Pertahankan kesejajaran tubuh (gunakan papan tempat tidur, matras udara atau papan baku sesuai indikasi.
o   Balikkan dan ubah posisi tiap 2 jam.
o   Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan bantal.
o   Lakukan latihan rentang gerak aktif atau pasif untuk semua ekstremitas setiap 2 jam sampai 4 jam.
o   Berikan dorongan tangan, jari-jari dan latihan kaki.
o   Bantu pasien dengan menggunakan alat penyokong sesuai indikasi.
o   Berikan dorongan kepada pasien untuk melakukan aktivitas kebutuhan sehari-hari.
o   Mulai ambulasi progresif sesuai pesanan bantu untuk duduk dalam posisi seimbang mulai dari prosedur pindah dari tempat tidur ke kursi untuk mencapai keseimbangan.

c.     Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek kerusakan pada hemisfer bahasa atau wicara (kiri atau kanan)
§  Tujuan :
o   pasien dapat mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi
o   pasien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
§  Intervensi :
o   Bedakan antara gangguan bahasa dan gangguan wicara.
o   Kolaborasikan dengan praktis bicara untuk mengevaluasi pasien dan merancang rencana.
o   Ciptakan suatu atmosfir penerimaan dan privasi.
o   Buat semua upaya untuk memahami komunikasi pasien, mendengar dengan penuh perhatian, ulangi pesan pasien kembali pada pasien untuk memastikan pengertian, abaikan ketidaktepatan penggunaan kata, jangan memperbaiki kesalahan, jangan pura-pura mengerti bila tidak mengerti, minta pasien untuk mengulang.
o   Ajarkan pasien tehnik untuk memperbaiki wicara, instruksikan bicara lambat dan dalam kalimat pendek pada awalnya, tanyakan pertanyaan yang dapat dijawabnya ya atau tidak.
o   Gunakan strategi untuk memperbaiki pemahaman pasien, dapatkan pengetahuan pasien sebelum bicara padanya, panggil dengan menyebutkan nama pasien, lakukan pola bicara yang konsisten, gunakan sentuhan dan perilaku untuk berkomunikasi dengan tenang

d.    Kurang perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik dan gangguan proses kognitif.
§  Tujuan :
Pasien dapat menolong diri sendiri sesuai kondisinya, dan dapat mengungkapkan kebutuhannya.
§  Intervensi :
o   Kaji derajat ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas perawatan diri (mandi, makan, toile training).
o   Lakukan perawatan kulit selama 4-5 jam, gunakan loiton yang mengandung minyak, inspeksi bagian di atas tulang yang menonjol setiap hari untuk mengetahui adanya kerusakan.
o   Berikan hygiene fisik total, sesuai indikasi, sisi rambut setiap hari, kerams setiap minggu sesuai indikasi.
o   Lakukan oral hygiene setiap 4-8 jam, sikat gigi, bersihkan membran mukosa dengan pembilas mulut, jaga agar kuku tetap terpotong rapi dan bersih.
o   Kaji dan pantau status nutrisi.
o   Perbanyak masukan cairan sampai 2000 ml/hari kecuali terhadap kontra indikasi.
o   Pastikan eliminasi yang teratur.
o   Berikan pelunak feses enema sesuai pesanan.

e.     Perubahan persepsi sensori berhubugnan dengan stres psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas)
§  Tujuan :
o   Pasien dapat memulai dan mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perceptual
o   Pasien dapat mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual
§  Intervensi :
o   Evaluasi terhadap adanya gangguan penglihatan. Catat adanya penurunan lapang pandang, perubahan ketajaman persepsi, adanya diplobia.
o   Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal, biarkan lampu menyala, letakkan benda dalam jangkauan lapang penglihatan yang normal, tutup mata yang sakit jika perlu.
o   Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang membahayakan.
o   Kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas atau dingin, tajam atau tumpul, posisi bagian tubuh atau otot, rasa persendian.
o   Berikan stimulus terhadap rasa atau sentuhan
o   Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan
o   Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh tertentu.
o   Observasi respon perilaku pasien seperti rasa permusuhan, menangis, efek tidak sesuai, agitasi, halusinasi.
o   Hilangkan kebisingan atau stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan.
o   Bicara dengan tenang, perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek, pertahankan kontak mata (Sumber : Doenges).

f.     Resiko tinggi terhadap cidera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang motorik atau persepsi.
§  Tujuan :
pasien dapat terhindar dari resiko cedera atau terjatuh
§  Intervensi :
o   Lakukan tindakan yang mengurangi bahaya lingkungan : orientasi pasien dengan lingkungan sekitarnya, instruksikan pasien untuk menggunakan bel pemanggil untuk meminta bantuan, pertahankan tempat tidur dan posisi rendah dengan atau semua bagian pengaman tempat tidur terpasang.
o   Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan dengan menggunakan termometer bila ada.
o   Kaji ekstremitas setiap hari terhadai cidera yang tidak terdeteksi.
o   Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion
o   Konsul dengan ahli terapi dengan pelatihan postur.
o   Ajarkan pasien dengan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah (Sumber : Carpenito).

g.    Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, keterbatasan kognitif, kurang mengingat, tidak mengenal sumber dan informasi.
§  Tujuan :
o   Pasien dapat berpartisipasi dalam proses belajar
o   Pasien dapat mengungkapkan pemahaman tentang prognosis/kondisi serta aturan terapeutik
o   Pasien dapat memulai gaya hidup yang diperlukan
§  Intervensi :
o   Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada pasien.
o   Diskusikan rencana untuk memenuhi perawatan diri.
o   Identifikasi faktor resiko (seperti hipertensi, merokok, aterosklerosis, dan lain-lain) dan perubahan pola hidup yang penting.
o   Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan kontrol secara menerus (Doenges, 2000)
3.   Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
a.    Mencapai peningkatan mobilisasi
Kerusakan kulit terhindar, tidak ada kontraktur dan footdrop
Berpartisipasi dalam program latihan
Mencapai keseimbangan saat duduk
Penggunaan sisi tubuh yang tidak sakit untuk konpensasi hilangnya fungsi pada sisi yang hemiplegia
b.    Dapat merawat diri; dalam bentuk perawatan kebersihan dan menggunakan adaptasi terhadap alat-alat
c.     Pembuangan kandung kemih dapat diatur
d.    Berpatisipasi dalam program meningkatkan kognisi
e.     Adanya peningkatan komunikasi
o   Mempertahankan kulit yang utuh tanpa adanya kerusakan; memperlihatkan turgor kulit tetap normal dan berpartisipasi dalam aktivitas membalikkan badan dan posisi
f.     Anggota keluarga memperlihatkan tingkah laku yang positif dan menggunakan mekanisme koping
o   Mendukung program latihan
o   Turut aktif dalam proses rehabilitasi
g.    Tidak terjasi komplikasi
o   Tekanan darah dan kecepatan jantung dalam batas normal untuk pasien
o   As darah arteri dalam batas normal

Daftar Pustaka :
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, EGC, Jakarta
Mardjono Mahar, Sidharta Priguna., 2006, Neurologi Klinis Dasar , P.T Dian Rakyat, Jakarta.
Gleadle, Jonathan., 2005, Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik, EMS, Jakarta.
Brunner and Suddarth, , 2001, Keperawatan Medikal Bedah,EGC, Jakarta.
Brunner, I, S dan Suddarnth, Drs (2002) Buku Ajaran Keperawatan Medical Bedah Vol2 Jakarta: EGC
Carwin, J, E (2001) Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC
Muttaqin. A (2008), Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika


cr: http://anajem.blogspot.com/2013/01/askep-stroke.html